Berita Hindu Indonesia - Pertanyaan ini muncul karena dalam praktik sehari-hari umat Hindu di Bali, sering terlihat permen atau jajan pabrikan diletakkan di atas canang sari sebuah persembahan suci yang ditujukan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Secara tattwa (filsafat Hindu), canang sari merupakan simbol ketulusan bhakti dan rasa syukur umat kepada Tuhan. Unsur utama dalam canang biasanya terdiri dari bahan alami seperti janur, bunga, daun, dan porosan. Semua itu melambangkan keselarasan antara manusia, alam, dan Tuhan (Tri Hita Karana).
Ketika ditambahkan permen atau jajan, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah sesuai dengan nilai kesucian banten. Secara prinsip, banten seharusnya berasal dari unsur alami karena memiliki energi murni (sattwika).
Namun, permen atau jajan tidak sepenuhnya dilarang, terutama jika digunakan sebagai banten pelengkap atau dalam konteks sederhana, misalnya untuk anak-anak atau banten harian di rumah.
![]() |
| ilustrasi |
Makna Canang dalam Tradisi Hindu Bali
Canang sari adalah salah satu bentuk banten (persembahan suci) yang menjadi simbol rasa bhakti dan terima kasih umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam canang sari, biasanya terdapat unsur utama seperti janur (kelapa muda), bunga, porosan (sirih, kapur, pinang), dan sampian.
Setiap unsur memiliki makna filosofis yang dalam, seperti:
- Bunga putih melambangkan Dewa Iswara (Timur)
- Bunga merah melambangkan Dewa Brahma (Selatan)
- Bunga kuning melambangkan Dewa Mahadewa (Barat)
- Bunga biru atau hijau melambangkan Dewa Wisnu (Utara)
Bagaimana dengan Permen atau Jajan di Canang?
Belakangan ini, kita sering melihat permen, biskuit, atau jajan pasar ikut diletakkan di atas canang atau banten. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah hal itu diperbolehkan secara tattwa (filsafat Hindu)?
Menurut beberapa pemangku dan sumber sastra agama Hindu di Bali, banten adalah simbol pengabdian tulus (bhakti marga), bukan tentang mewah atau sederhana, tetapi tentang niat dan kesucian hati.
Namun, secara tattwa (makna spiritual), unsur banten sebaiknya berasal dari alam (seperti bunga, daun, dan buah) karena:
- Diciptakan langsung oleh Tuhan sebagai wujud panca maha bhuta (lima unsur alam),
- Memiliki energi murni alami (sattwika).
Sedangkan permen dan jajanan pabrikan termasuk hasil olahan manusia yang sering mengandung unsur kimia atau tidak alami, sehingga kurang sesuai untuk dipersembahkan dalam banten utama seperti canang sari, pejati, atau daksina.
Namun Ada Pengecualian
Permen atau jajan boleh digunakan dalam konteks:
- Upacara untuk anak-anak, di mana banten dibuat dengan nuansa ringan dan penuh kasih.
- Persembahan sederhana di rumah, yang dimaksudkan lebih pada ungkap rasa syukur dengan bahan yang ada.
- Banten tambahan (banten pelengkap), bukan banten utama seperti banten prayascita, suci, atau guru piduka.
Yang paling penting adalah kesucian niat dan kebersihan pikiran saat mempersembahkan, bukan kemewahan bahan.
Kesimpulan
Jadi, permen dan jajan boleh ditempatkan di canang dalam kondisi tertentu, selama tidak menggantikan unsur utama dan tidak mengurangi makna kesucian persembahan itu sendiri. Canang sari tetaplah simbol tulus bakti, bukan simbol kemewahan. Kesucian canang tidak diukur dari bahan, melainkan dari tulusnya hati umat yang mempersembahkan.
Sumber:
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Tuntunan Pembuatan Banten dan Makna Filosofinya, 2021.
I Wayan Sudarsana, Makna Filosofis Banten dalam Upacara Yadnya Umat Hindu Bali, Jurnal Widya Sastra, Vol. 6 No. 2 (2019).
Wawancara Pemangku Pura Desa Adat Tabanan, 2024.
Channel Youtube

