Berita Hindu Indonesia

Media Informasi Terkini Masyarakat Hindu Indonesia

Deskripsi-Gambar

Iklan Leo Shop

Pasang iklan disini

TWITTER

Powered by Blogger.

Sejarah Perkawinan Nyentana Dalam Tradisi Hindu Bali

On 11:00 AM with No comments

Berita Hindu Indonesia - Perkawinan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan umat Hindu Bali. Di samping menjadi perwujudan hubungan cinta kasih antara dua insan, perkawinan juga menjadi sarana pelestarian garis keturunan dan pewarisan budaya. Salah satu bentuk unik dari sistem perkawinan di Bali adalah perkawinan nyentana, yang berbeda dari sistem patrilineal yang umum.

Nyentana (atau disebut juga nyeburin) adalah bentuk perkawinan di mana seorang laki-laki menikah masuk ke keluarga pihak perempuan. Dalam sistem ini, suami pindah ke rumah istri dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut akan mengikuti garis keturunan ibu, bukan ayah. Hal ini kebalikan dari sistem purusa (patrilineal) yang lebih umum di Bali, di mana perempuan masuk ke keluarga laki-laki.

Sejarah Nyentane/Nyeburin


Sejarah dan Latar Belakang

Tradisi nyentana telah ada sejak lama dalam masyarakat Bali dan umumnya dilaksanakan dalam kondisi tertentu, antara lain:

  1. Keluarga tidak memiliki anak laki-laki: Agar garis keturunan tetap berlanjut dan merawat leluhur keluarga, maka anak perempuan di-sentana-kan.
  2. Keinginan menjaga warisan atau aset keluarga: Terutama jika anak perempuan satu-satunya, maka ia diberi hak untuk tetap tinggal di rumah asalnya.
  3. Pilihan berdasarkan kesepakatan keluarga dan pasangan: Dalam beberapa kasus, perkawinan nyentana dilakukan atas dasar kemauan bersama dan untuk menjaga keseimbangan sosial dalam keluarga.

Prosesi dan Upacara

Prosesi perkawinan nyentana tidak jauh berbeda dengan perkawinan biasa, tetapi ada penyesuaian adat dan upacara, seperti:
  • Upacara pengakuan oleh keluarga perempuan terhadap suami sebagai bagian dari keluarga.
  • Surya sewana atau pembersihan secara rohani untuk menyucikan suami sebelum masuk ke dalam struktur keluarga istri.
  • Pengesahan secara adat dan agama Hindu, termasuk dalam sistem pewarisan dan tanggung jawab leluhur.

Konsekuensi Hukum Adat dan Sosial

Dalam adat Bali, laki-laki yang nyentana secara otomatis melepaskan status purusa-nya dan menerima status sebagai pradana. Ia tidak lagi memiliki tanggung jawab terhadap leluhur asalnya dan beralih menjalankan dharma terhadap leluhur istri.

Konsekuensinya:
  • Anak-anak mengikuti soroh atau klan dari pihak ibu.
  • Warisan dan tanggung jawab keluarga berpindah ke pihak perempuan.
  • Dalam beberapa desa adat, nyentana bisa memengaruhi status sosial dan hak-hak tertentu.

Perubahan Zaman dan Pandangan Modern

Seiring dengan perkembangan zaman, perkawinan nyentana kini tidak lagi dipandang sebagai hal tabu atau inferior. Banyak keluarga Bali modern yang melihat sistem ini sebagai bentuk kompromi, pemerataan hak waris, serta kesetaraan gender. Bahkan dalam banyak keluarga urban, pilihan nyentana menjadi solusi atas masalah tempat tinggal, perawatan orang tua, dan pelestarian budaya lokal.

Kesimpulan

Perkawinan nyentana adalah cerminan fleksibilitas dan dinamika budaya Hindu Bali dalam merespons kebutuhan zaman tanpa meninggalkan akar tradisi. Sistem ini mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan, pengabdian, dan penghormatan terhadap leluhur. Dengan pemahaman yang baik, nyentana bukan hanya bentuk perkawinan alternatif, tetapi juga strategi pelestarian budaya Bali yang adaptif dan relevan hingga kini.
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Comments
0 Comments